Selasa, 04 Maret 2008

Kabupaten Majalengka (Jawa Barat)

Demografi

Jumlah total penduduk Kabupaten Majalengka menurut data BPS Tahun 2005 adalah 1.191.490 jiwa. Penduduk laki-laki 596.024 dan 595.466 penduduk perempuan (BPS Jawa Barat, 2006). Dari jumlah ini, untuk kelompok usia di atas 10 tahun, terdapat 551.038 penduduk angkatan kerja (economically active) dengan pembagian 504.676 yang sudah bekerja dan 46.362 yang masih mencari kerja. Untuk kelompok bukan angkatan kerja (sekolah, mengurus rumah tangga, dan lainnya), mencapai angka 430.336. Mayoritas penduduk Majalengka bermata pencaharian di bidang pertanian dan industri. Presentasi penduduk berumur 10 tahun ke atas yang bekerja dibidang pertanian adalah 33,81%. Namun dari jumlah mayoritas tersebut, sebagian besarnya adalah buruh tani. Sedangkan di bidang industri presentasi penduduk usia 10 tahun ke atas yang bekerja di bidang ini hanya sejumlah 22,02% (BPS Jawa Barat 2006).

Desa Coborelang, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, yang merupakan lokasi Pondok Pesantren Al Mizan. Jumlah total penduduk Ciborelang adalah 9.417 jiwa yang terdiri dari 4.701 laki-laki dan 4.716 perempuan. Mayoritas penduduk Ciborelang menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Namun, hanya sebagai buruh tani. Dari 1.426 jumlah petani, hanya 238 yang merupakan petani pemilik sawah, sedangkan sisanya sejumlah 1.188 adalah buruh tani. Dari angka ini dapat dilihat bahwa kualitas sumber daya manusia di Ciborelang masih rendah, dan perlu peningkatan. Matapencaharian yang terbanyak kedua adalah pedagang, yaitu sejumlah 1.057 orang.

Kuwu (kepala desa) Ciborelang, Bapak Komar Suhendar, mengatakan bahwa masyarakat Ciborelang adalah masyarakat yang majemuk dalam hal kepercayaan dan pemahaman terhadap agama. Penduduk Muslim di Ciborelang adalah penduduk mayoritas dengan jumlah 9.279 jiwa. Dari jumlah ini, pemahaman mereka terhadap ajaran agama amatlah beragam. Tak aneh, jika afiliasi warga terhadap satu Ormas Islam tertentu juga beragam, seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, PERSIS dan PUI. Jumlah non-muslim sendiri menjadi minoritas, yang terdiri dari 121 orang beragama Kristen, 15 orang beragama Katholik dan dua orang beragama Budha. Dengan keragaman tersebut, masyarakat Ciborelang dapat hidup damai tanpa konflik.

Kesejahteraan

Kabupaten Majalengka terletak di Provinsi Jawa Barat berbatasan dengan kota Sumedang, Cirebon dan Kuningan. Masyarakat Majalengka umumnya adalah masyarakat agraris. Akan tetapi, industri di Majalengka termasuk industri yang cukup dapat diperhitungkan. Kabupaten Majalengka terkenal sebagai kabupaten penghasil genteng, terutama di Kecamatan Jatiwangi. Dari sisi kesejahteraan, melihat data yang diperoleh oleh BPS (Badan Pusat Statistik), dari pengeluaran rata-rata per-kapita sebulan, kesejahteraan kabupaten Majalengka adalah yang ke-dua terendah setelah Tasikmalaya. Pengeluaran rata-rata perkapita sebulan kabupaten Majalengka adalah Rp. 172.196,00. Sedangkan kabupaten Tasikmalaya adalah Rp. 154.892,00. Di sisi lain, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang merupakan akumulasi dari Indeks Kesehatan, Pendidikan dan Ekonomi, Kabupaten Majalengka menunjukan bahwa angka IPM Kabupaten tersebut menempati urutan ke-empat terendah di Jawa Barat yaitu sebesar 66,9. Angka ini lebih besar dari Kabupaten Cianjur yang IPM-nya 66,8 (BPS Jawa Barat, 2006). Angka-angka tersebut didukung dengan realitas fisik yang tampak di Majalengka. Meski Majalengka adalah wilayah perlintasan selatan menuju Jawa Tengah, akan tetapi hal tersebut sepertinya tidak menjadikan kota Majalengka berkembang pesat secara fisik seperti daerah-daerah lain. Gedung-gedung tinggi tidak ditemukan di sini termasuk juga mall-mall. Namun demikian, kota kecil Majalengka merupakan kota yang bersih. Tidak heran bila kabupaten ini pernah mendapat penghargaan Adipura untuk kebersihannya.

Berbeda halnya dengan Desa Ciborelang Kecamatan Jatiwangi, di mana pesantren Al Mizan berlokasi, tingkat kesejahteraan masyarakatnya dapat dikatakan cukup baik. Dari jumlah 2594 kepala keluarga, hanya sejumlah 362 keluarga yang berada di tingkat keluarga sejahtera. Sisanya adalah keluarga sejahtera 1 dan sejahtera 2, terdiri dari 1093 keluarga sejahtera 1 dan keluarga sejahtera 2. Seperti diakui oleh Bapak Komar Suhendar, Kuwu Ciborelang, bahwa presentasi warga miskin di desanya adalah 30%. Keadaan ini didukung oleh lokasi Ciborelang yang merupakan wilayah perlintasan jalan menuju Cirebon dan dapat dikatakan wilayah semi perkotaan. Ini memudahkan segala akses Ciborelang, termasuk akses perekonomian, pendidikan dan lain-lain.

Pendidikan

Dalam hal pendidikan, Angka Partisipasi Sekolah (APS) Usia 13-15 dan 16-18 di Kabupaten Majalengka mencapai angka 81,10 dan 30,38 (BPS Jawa Barat, 2006). Sedangkan dari Pendidikan yang Ditamatkan, jumlah tamatan yang diperoleh hanya mencapai 13,30 untuk usia SLTP dan 7,67 untuk usia SLTA. Selisih APS usia 13-15 dan 16-18 dengan angka Pendidikan yang Ditamatkan adalah 45,3 (BPS Jawa Barat, 2006). Sebagai perbandingan angka ini merupakan angka terendah ke-tiga setelah Cianjur dan Garut. Rendahnya Angka Partisipasi Pendidikan ini diperkuat dengan rendah Angka Tamat Sekolah (ATS) Kabupaten Majalengka. Presentasi jumlah rata-rata ATS Kabupaten Majalengka adalah 28, 46% (BPS Jawa Barat, 2006). Presentasi ini adalah yang terendah ke-dua di Jawa Barat, setelah Kabupaten Cianjur. Meski demikian pada tahun 2006 kabupaten Majalengka mendapatkan penghargaan Anugerah Aksara Madya 2006. Penghargaan ini diberikan atas kinerja dan prestasi pemerintah dan masyarakat dalam memberantas buta aksara. Artinya dengan rendahnya Angka Prestasi Sekolah pemerintah setempat dan masyarakat tidak tinggal diam. Upaya-upaya dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.

Di desa Ciborelang sendiri menurut Kuwu Bapak Komar Suhendar jumlah anak yang putus sekolah dapat dihitung dengan jari. Hal ini karena anak-anak usia sekolah sampai SLTP sudah terserap oleh sekolah-sekolah gratis yang di danai oleh BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Jumlah penduduk yang buta huruf saja hanya 25 orang dari jumlah penduduk. Sedangkan jumlah penduduk yang tidak tamat SD hanya 355 orang. Kecendenrungan penduduk desa ini untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dapat dikatakan cukup baik. Di Ciborelang sebanyak 358 orang sudah menjadi sarjana. 169 orang diantaranya tamatan D3, 186 orang tamat S1 dan 3 orang tamat S2. Salah satu lembaga yang menyerap anak-anak usia sekolah ini adalah Pondok Pesantren Al Mizan.

Pondok Pesantren Al Mizan hingga kini sudah menyelenggarakan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK), Madrasah Diniyah (MD), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Untuk mendapatkan pendidikan di pesantren, siswa-siswa yang berada di pondok pesantren tidak dikenakan biaya. Sehingga pesantren dapat menyerap anak-anak di Ciborelang untuk mendapatkan pendidikan. Mayoritas siswa yang bersekolah di Al Mizan berasal dari desa sekitar pesantren yang mayoritasnya juga berasal dari keluarga tidak mampu. Bapak Arif, salah seorang staff pengajar di pesantren mengatakan bahwa 90% siswa berasal dari keluarga tidak mampu. Wahyu, seorang santri Al Mizan mengatakan bahwa ia nyaris tidak bisa sekolah tanpa Al Mizan. Wahyu adalah santri Al Mizan asal Banten yang saat ini duduk di kelas 1 SMA Al Mizan. Ia bersama-sama dengan 4 kawan lain dari Banten hampir mengalami hal yang sama. Lebih dari itu, pesantren bukan hanya menyelenggarakan hingga tingkat SLTP yang merupakan tingkat akhir dalam WAJARDIKDAS (Wajib Belajar Pendidikan Dasar) tetapi juga hingga tingkat SLTA yang kesemuanya tidak dikenakan biaya. Untuk tingkat MD sampai dengan MTs, pesantren mendapatkan dana BOS untuk operasional pendidikan, dan sudah merupakan kebijakan pemerintah pusat bahwa untuk WAJARDIKDAS maka pendidikan dari SD hingga SLTP tidak dikenakan biaya, sedangkan untuk tingkat SLTA, pemerintah masih menetapkan biaya. Untuk itulah pesantren berinisiatif untuk menggratiskan SMU yang mereka kelola, agar anak-anak yang tidak mampu bisa mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.

Lebih dari itu, pesantren memberikan pendidikan lifeskill kepada para santrinya, berupa pertanian, perkebunan, peternakan, industri pengolahan jus jambu merah dan industri pembuatan pupuk. Pendidikan tersebut, ungkap Kang Maman, selain merupakan pendidikan life skill, sesungguhnya merupakan pendidikan lingkungan hidup/alam bagi parasantri. Untuk menanamkan rasa cinta dan penghargaan pada alam. Sehingga santri memahami bagaimana alam dapat dimanfaatkan untuk kehidupan dengan bijak dengan berpegang pada prinsip Hablun minallah, hablun minannas, hablun mina alam. Selain keterampilan tersebut, santri juga dididik untuk memiliki keterampilan bahasa, seperti bahasa Mandarin yang gurunya adalah seorang Tionghoa beragama Budha.

Selain Pesantren Al Mizan yang menjadi fokus, pesantren juga mengasuh anak-anak jalanan dan putus sekolah dan menampung mereka untuk belajar seni dan budaya di Pesantren Qi Buyut , yang berada di bawah Yayasan Al Mizan. Pesantren Qi Buyut hingga saat ini mengasuh sekitar 80 anak. Bersama Kang Darto, pengasuh Qi Buyut, anak-anak tersebut selain mempelajari Al-Qur’an, juga mempelajari Gamelan dan Seni Budaya yang mengkolaborasikan budaya lokal (gamelan) dengan seni Islami (sholawat). Hingga saat ini kelompok gamelan Qi Buyut sudah seringkali mendapat panggilan untuk pementasan. Parasantri Qi Buyut yang mayoritas adalah anak-anak putus sekolah tidak lagi sekolah mengenyam pendidikan sekolah formal. Namun tampaknya mereka lebih tertarik dengan pendidikan keahlian daripada pendidikan formal.

Menurut Kuwu Bapak Komar Suhendar, di Ciborelang pemerintah desa bersama dengan Diknas sudah pernah mencoba mendirikan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) untuk melaksanakan program Keaksaraan Fungsional (KF) dan Program pendidikan kesetaraan Paket B, namun tidak berhasil. Hanya sedikit masyarakat yang berminat, hingga akhirnya program ini tidak dilanjutkan. Menurutnya, masyarakat yang seharusnya mengikuti program ini telah salah menilai. Masyarakat berpandangan bahwa tanpa sekolah dan tanpa bisa baca pun mereka sudah bisa mendapatkan penghasilan. Namun, program belajar jarak jauh dengan internet, memungknkan animo masyarakat terhadap pendidikan kesetaraan akan berubah, tandas beliau.

Pendidikan yang Dibutuhkan

Dari pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa pendidikan yang dibutuhkan adalah pendidikan formal dan life skill. Selain untuk materi pendidikan yang bersifat formal dan keahlian, santri-santri di Pondok Pesantren Al Mizan juga membutuhkan fasilitas pendukung untuk mengembangkan potensi mereka di banyak hal. Yanti, santriwati Al Mizan, bercerita bahwa salah satu rekannya yang juga santriwati Al Mizan mendapatkan penghargaan dalam lomba menulis tingkat nasional. Dengan bangga Yanti menceritakan bagaimana kawannya bisa menang meski bukan juara kesatu, akan tetapi ini adalah suatu penghargaan (achievement) yang cukup besar, mengingat baru pertama kalinya santri Al Mizan mengikuti lomba semacam ini.

Lain halnya dengan Yanti sendiri, ia berkawan dengan seseorang di Amerika yang dulunya pernah menjadi tamu di pesantren Al Mizan, hingga saat ini mereka masih berkomunikasi lewat surat dan dengan bahasa Indonesia. Dari itu, Yanti ingin sekali dapat berkomunikasi secara cepat lewat internet dan dapat berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Untuk anak-anak di Majalengka, komunikasi semacam ini mungkin masih belum popular. Tidak seperti di Jakarta atau kota-kota lain dimana anak-anak muda sedang menggandrungi chatting lewat internet. Padahal komunikasi semacam ini bisa menjadi sesuatu yang positif selain untuk memperluas wawasan, menambah rasa percaya diri dan mendapat lebih banyak teman.

Di Al Mizan, setiap tamu yang datang akan diperkenalkan kepada santri, dan menyediakan kesempatan bagi santri dan tamu untuk berinteraksi dan berkomunikasi. Sehingga santri menjadi lebih percaya diri dan berkesempatan untuk mendapatkan banyak pengetahuan baru dari tamu yang datang ke Al Mizan. Sama halnya ketika peneliti datang ke Al Mizan, peneliti disambut dengan sebuah acara pementasan musik sederhana, dan mendengar kisah-kisah santri yang tentu saja sangat menarik. Dari situ terkesan bahwa santri Al Mizan sangat terbuka dan percaya diri untuk dapat mengungkapkan pikiran mereka, meski di hadapan orang asing. Hal ini memang sudah dibiasakan oleh Kang Maman setiap pesantren kedatangan tamu.

Dengan adanya internet di pesantren Al Mizan, teknologi ini bukan hanya dapat dimanfaatkan oleh santri Pesantren Al Mizan tetapi juga tenaga pengajar Al Mizan dari segala tingkatan, dari TK hingga SMU. Internet akan menjadi sumber bagi materi pengajaran dan juga sistem pengajaran. Sehingga metode pengajaran yang digunakan dapat terus dikembangkan dan selanjutnya mengarah pada peningkatan kualitas pendidikan.

Meteri pembelajaran jarak jauh pendidikan yang dibutuhkan adalah:

1. Materi pendidikan komputer dan teknologi informasi.

2. Materi pendidikan tentang teknologi pertanian, peternakan dan industri.

3. Materi pendidikan teknik, seperti perbengkelan.

4. Materi pendidikan tentang system pengajaran bagi para tenaga pendidik di pesantren Al Mizan.

5. Materi pendidikan untuk mendukung program kesetaraan Paket B dan C.

6. Materi-materi pendukung bidang studi pendidikan formal, seperti ilmu alam, matematika, bahasa, dan lain-lain.

7. Materi keahlian yang mendukung potensi santri,seperti keahlian menulis, dll.

2 komentar:

nedimjl mengatakan...

mantap untuk informasinya, by batam tea

nedimjl mengatakan...

saya bangga akan civitas Ponpes Al Mizan, semoga sesuai apa yang direncanakan serta visi dan misi

Pengunjung ke

Kontak

Alamat: