Selasa, 04 Maret 2008

Pandangan Terhadap HAM, Demokratisasi, Isu Perempuan, dan Pluralisme

Pondok pesantren Al Mizan adalah pondok pesantren yang berpandangan progresif. Hal ini tampak dari pemilihan nama Al Mizan. Nama Al Mizan diambil dari salah satu nama Al-Quran mempunyai arti: timbangan, keadilan, atau keseimbangan (QS.55:7). Term tersebut direfleksikan sebagai ikhtiar dalam membangun tradisi keilmuan dengan meletakkan pengetahuan agama sebagai mainstream serta menyusun strategi budaya yang adiluhung. Dengan begitu, tradisi dan budaya yang terdapat di tengah masyarakat mampu menjadi kekuatan dalam melakukan perubahan dalam struktur masyarakat plural. Hal ini dilakukan dengan mengusung ideide strategis, yaitu: 1) mempertemukan sejumlah pemikiran kritis yang emansipatoris dan ekploratif, 2) merekonstruksi nilai-nilai keberagamaan dan keberimanan dalam konteks yang lebih luas dan majemuk, dan 3) menjalin kerja sama yang sinergis antar komponen masyarakat dengan semangat saling mencintai, menghargai, dan menguntungkan (simbiosis mutualisme).

Ide-ide yang diusung oleh Al Mizan bukan lagi ide yang up in the air atau mengawang-awang. Ide-ide tersebut sudah berada pada tahap impelementasi dalam keseharian dan kegiatan-kegiatan Al Mizan. Intergrasi nilai-nilai pluralisme, demokrasi dan kesetaraan tamPak pada keseharian santri Al Mizan. Santri-santri menyadari bahwa kemajemukan adalah suatu keniscayaan yang tidak mungkin dihindari. Sehingga perbedaan itu perlu dilihat sebagai suatu hal yang positif. Untuk mempromosikan nilai-nilai pluralisme dan mengenalkan ide ini kepada santri dan masyarakat sekitar, pesantren seringkali mengadakan dialog antaragama dengan menghadirkan berbagai pemeluk agama dan duduk bersama di dalam masjid




Kehidupan di Pesantren Al Mizan

Lokasi

Kabupaten Majalengka, yang menjadi salah satu wilayah pelaksanaan program ini terletak berbatasan dengan Kabupaten Indramayu di utara, Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Kuningan di timur, Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya di selatan, serta Kabupaten Sumedang di barat. Perjalanan dari Jakarta menuju Majalengka dengan transportasi umum menempuh sekitar sembilan jam. Kabupaten Majalengka merupakan perlintasan transportasi antarprovinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah melalui jalur selatan. Kota Majalengka bukanlah kota besar seperti Jakarta atau Bandung. Bahkan melihat kondisi fisik kota Majalengka, tampaknya masih lebih maju daripada Kota Bogor. Melihat fisik bangunan di Kota Majalengka, muncul kesan bahwa kabupaten Majalengka adalah kota kecil yang bersahaja. Di sana tidak akan ditemui gedung pencakar langit. Bahkan kota tidak semarak oleh jajaran mall-mall atau pusat perbelanjaan seperti di kota-kota lain. Namun begitu, kota kecil ini cukup bersih.

Dengan menaiki bus dari Jakarta ke jurusan Cirebon, kita akan melintasi kecamatan Jatiwangi, lokasi Pondok Pesantren Al Mizan. Tepatnya di Desa Ciborelang. Kecamatan Jatiwangi termasyhur dengan industri genteng. Meski demikian, industri ini tidak kemudian menjadikan Majalengka menjadi kota dengan kesejahteraan di atas rata-rata dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lain di Jawa Barat. Dengan kondisi demikian dan juga kondisi alam pegunungan, akses telekomunikasi juga menjadi terbatas. Bahkan di salah satu pesantren yang peneliti kunjungi, wilayah tersebut belum dijangkau jaringan Telkom. Hal ini disebabkan karena jauhnya jarak pesantren dari jalan utama. Akses internet hanya dapat ditemui di pusat Kota Majalengka yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari, dan hanya memiliki jumlah unit komputer terbatas, yaitu sekitar 10 komputer per warnet.

Pondok

Pendirian Pondok Pesantren Al Mizan berawal dari keinginan luhur keluarga Haji Muhammad Kosim Fauzan dan istri, Hj. Ummi Kultsum, untuk mengembangkan dakwah Islam sekaligus menjadi benteng akidah umat dari kecenderungan materialisme di masyarakat dan dekadensi moral di kalangan generasi muda. Keinginan luhur ini dimanifestasikan dengan dibangunnya Masjid dan Madrasah Diniyah (MD) serta mengirimkan putera-puterinya ke pondok-pondok pesantren di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Karena keinginan tersebut mulai menampakkan hasil dan respons masyarakat pun baik, maka pada tahun 1992 dirintis berdirinya Taman Kanak-Kanak Al-Quran dan Taman Pendidikan Al-Quran (TKA-TPA) oleh (Alm.) KH. Muhammad Taufiq Firdaus dengan jumlah siswa/i ± 200 orang, dan Al-Hamdulillah sampai saat ini lembaga tersebut semakin berkembang dan maju.

Tidak lama sesudah berdirinya TKA-TPA yaitu sekitar tahun 1995, tak jauh dari rumah Haji Muhammad Kosim Fauzan dirintis berdirinya Majlis Ta’lim ibu-ibu, Shalat Jumat, dan Pengajian Santri Kalong oleh KH. Maman Imanulhaq Faqieh dan KH. Ahmad Fauzi dengan nama Ath-Thoyyibah. Baru tahun 1999 pengajian tidak hanya diperuntukkan bagi santri kalong (santri yang hanya mengaji saja dan setelah itu pulang ke rumah/tidak tidur di pesantren), akan tetapi mulai menerima santri pelajar yang mukim (mondok) di Al Mizan, yaitu dengan jumlah santri/siswa 50 orang. Kemudian di tahun ini pula dibentuk Pengajian Muhasabah di beberapa kota di Jawa Barat dan SII (Studi Islam Intensif) yang kesemuanya itu diprakarsai oleh KH. Maman Imanulhaq Faqieh, ustadz Ramdhan, dan Pak Hamdan. Untuk memenuhi legalitas formal, maka pada tahun 2000 dihadapan Notaris Nono Subarno, SH dibentuklah Badan Penyelenggara Pendidikan di Al Mizan yaitu dengan nama Yayasan Al Mizan dengan moto: “Mengibarkan Panji Cinta Sejati dan Persaudaraan Abadi.”

KH. Maman Imanulhaq Faqieh sebagai pengasuh pondok pesantren merupakan sosok yang unik. Beliau akrab dipanggil dengan sebutan Kang Maman. Dengan pandangan progresif, beliau juga tetap mempertahankan tradisi. Kang Maman terkenal sebagai sosok yang moderat. Beliau bersama pesantren berupaya dalam mempromosikan nilai-nilai pluralisme, yang tentunya masih sangat langka di Kabupaten Majalengka, yang adalah kota kecil yang cenderung terisolasi, begitulah pengakuan Kang Maman. Meski menurut Pak Arif, staff pengajar di Al Mizan, Kang Maman seringkali mendapatkan pertentangan dari pihak-pihak yang tidak setuju dengan Kang Maman, namun usaha Kang Maman untuk menyebarkan nilai-nilai perdamaian tidak pernah surut. Penentangan tersebut biasanya berasal dari kelompok-kelompok Muslim tertentu yang cenderung kepada fundamentalis, yang menurut Pak Arif, cukup solid di Majalengka. Untuk mempromosikan nilai-nilai pluralisme dan perdamaian, Kang Maman menggunakan jalur seni dan dialog. Di pesantren seringkali diadakan pementasan seni seperti, gamelan dan juga barongsai.

Selain itu, dialog antaragama sudah beberapa kali diadakan di pesantren. Pesantren sering pula kedatangan tamu-tamu yang berasal dari tokoh-tokoh nasional seperti Ibu Santi Nuriah Abdurrahman Wahid, Ratna Sarumpaet dan lain-lain, bahkan tokoh asing seperti Martin van Bruinessen.

Untuk menanamkan nilai-nilai tersebut di kalangan santri, Kang Maman melakukannya dengan melibatkan santri sebagai panitia dalam even-even besar di pesantren. Dari situ santri akan bertanya-tanya dan menemukan jawaban, mengapa dialog antaragama diperlukan dan bagaimana pentingnya menjalin harmoni antarpemeluk agama yang berbeda-beda. Hal ini diakui oleh seorang santri yang juga menjadi staff di yayasan Al Mizan, menurutnya, awalnya ia merasa aneh dengan yang dilakukan Kang Maman, akan tetapi setelah ia melihat dan terlibat langsung, baru ia mengerti. Sama halnya dengan Yanti dan Wahyu dua santri Al Mizan, mereka tidak lagi melihat perbedaan agama sebagai sesuatu yang menghalangi mereka untuk dapat berinteraksi dan bekerjasama. Bahkan saat ini, di pesantren ada seorang guru bahasa Mandarin yang beragam Budha dari etnis Tionghoa yang mengajarkan bahasa Mandarin.

Mengenai sistem pembelajaran, Pondok Pesantren Al Mizan adalah pondok pesantren plus yang tidak hanya menyelenggarakan pendidikan pesantren, seperti pengkajian kitab kuning, tetapi juga menyelenggarakan pendidikan formal dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai dengan Sekolah Menengah Umum (SMU). Santri Al Mizan diberi kebebasan untuk memilih dimana mereka akan bersekolah. Akan tetapi, mayoritas memilih untuk sekolah di sekolah yang dikelola oleh pesantren. Siswa-siswa yang bersekolah di sekolah tesebut tidak seluruhnya mukim di pesantren, dan mereka notabene berasal dari masyarakat sekitar pesantren. Sekolah yang dikelola pesantren dari TK sampai MTs menginduk ke Departemen Agama. Sedangkan untuk SMU, menginduk ke Departemen Pendidikan Nasional. Aktivitas belajar di sekolah dilaksanakan sejak pagi hingga sore hari, seperti sekolah-sekolah pada umumnya. Sedangkan pengajian kitab dilaksanakan setiap selesai sholat maghrib dan setelah sholat shubuh.

Santri Pondok Pesantren Al Mizan terdiri dari santri mukim dan non mukim. Santri mukim berarti santri yang tinggal di kobong/asrama pesantren. Akan tetapi, santri-santri yang menetap di kobong tidak selalu santri yang bersekolah formal di sekolah yang diselenggarakan oleh pesantren. Beberapa santri memilih untuk sekolah di luar pesantren. Mengenai hal ini, pesantren sama sekali tidak merasa berkeberatan apabila santri lebih memilih bersekolah di luar. Santri yang bersekolah di luar sama sekali tidak dibedakan dengan santri lain. Mereka tetap wajib mengikuti kegiatan pesantren dan berkesempatan terlibat dalam event-event yang diorganisir oleh pesantren. Jumlah santri yang menetap di asrama adalah sebanyak 51 orang, yang terdiri dari 28 laki-laki dan 23 perempuan. Jumlah santri yang tidak mukim lebih banyak dari jumlah tersebut di atas. Komposisi santri tidak mukim terdiri dari murid-murid sekolah formal dari tingkat Taman Kanak-kanak (TK), Madrasah Diniyah (MD), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Sekolah Menengah Umum (SMU) yang jumlah nya 336 siswa. Terdiri dari 122 siswa Madrasah Diniyah, 45 siswa Raudhatul Athfal, 59 Siswa TK-TPA, 184 siswa MTs dan 36 orang siswa SMU.

Meski ada dari sebagian masyarakat yang kontra terhadap ide-ide Al Mizan, tetapi hubungan pesantren dengan masyarakat pada umumnya baik. Dan belum pernah ada santri yang ditarik dari pesantren karena ide-de yang dipromosikan oleh pesantren. Pesantren seringkali mengadakan kegiatan dengan mengundang masyarakat. Selain itu, majelis ta’lim yang diadakan di pesantren juga mendapat apresiasi yang sangat baik dari masyarakat. Setiap pengajian yang diadakan, masyarakat yang hadir mencapai 50-150 orang. Sistem pendidikan di Pesantren Al Mizan juga diakui baik oleh masyarakat. Bahkan menurut ibu Widya yang menyekolahkan anaknya di RA Al Mizan, RA Al Mizan adalah RA terbaik di Ciborelang. Sehingga ia tidak ragu untuk menyekolahkan anaknya di sana.

Seringkali kualitas suatu lembaga pendidikan dihubungkan dengan latar belakang pendidikan guru-gurunya. Guru-guru di Pesantren Al Mizan yang jumlahnya 40 orang mayoritas lulusan perguruan tinggi, baik D1, D3, S1 dan S2 dari berbagai bidang. Untuk infrastruktur bangungan, sebetulnya bangunan sekolah di Al Mizan masih sangat terbatas. Sehingga, kegiatan belajar mengajar tidak selalu dilakukan di dalam kelas, tetapi juga di masjid ataupun di bawah pohon. Begitupula dengan perpustakaan. Perpusatakaan di pesantren memiliki jumlah buku yang sangat minim sekali. Hingga saat ini pesantren masih belum memiliki laboratorium, baik itu laboratorium IPA, bahasa maupun komputer. Komputer yang diperuntukan untuk siswa baru berjumlah 2 unit. Sehingga siswa dalam mempelajari komputer lebih kepada teori dan belum sampai praktik. Padahal santri sangat berpotensi dan ingin sekali menguasai keahlian komputer. Sehingga mereka akan sangat bersyukur ketika ada pihak yang mau memberikan bantuan internet ke pesantren.

Mengenai hubungan dengan pemerintah, pesantren Al Mizan melakukan kerjasama-kerjasama baik dalam penyelenggaraan pendidikan, yang dilakukan dengan Depag, maupun dalam hal agribisnis. Pesantren pernah mendapatkan bantuan dari Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) berupa peternakan dan bibit jambu merah, yang sekarang akan dikembangkan untuk produksi jus jambu merah, yang arealnya sudah dipersiapkan. Dalam hal ini, pesantren tidak hanya melibatkan pihak-pihak yayasan saja, tetapi juga santri. Pesantren mengirim dua santrinya untuk mengikuti pelatihan pembuatan jus jambu merah yang diselenggarakan oleh Departemen Koperasi dan UKM. Selain itu pesantren juga pernah bekerja sama dengan Departemen Pemberdayaan Perempuan untuk mengadakan pelatihan kesetaraan jender.

Pesantren Al Mizan memiliki dua sumber pembiayaan utama yaitu Rumah Makan Langen Sari milik pendiri pesantren Haji Muhammad Kosim Fauzan dan Hj. Ummi Kultsum. Sumber kedua adalah dari pribadi pengasuh pesantren KH. Maman Imanulhaq Faqieh. Beliau membiayai keseluruhan operasional SMU Islam Al Mizan, yang para siswanya tidak ditarik biaya sekolah/gratis. Untuk MTs, pembiayaan operasional selain berasal dari sumber-sumber tersebut di atas, pesantren mendapatkan bantuan dari pemerintah melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS).


Kabupaten Majalengka (Jawa Barat)

Demografi

Jumlah total penduduk Kabupaten Majalengka menurut data BPS Tahun 2005 adalah 1.191.490 jiwa. Penduduk laki-laki 596.024 dan 595.466 penduduk perempuan (BPS Jawa Barat, 2006). Dari jumlah ini, untuk kelompok usia di atas 10 tahun, terdapat 551.038 penduduk angkatan kerja (economically active) dengan pembagian 504.676 yang sudah bekerja dan 46.362 yang masih mencari kerja. Untuk kelompok bukan angkatan kerja (sekolah, mengurus rumah tangga, dan lainnya), mencapai angka 430.336. Mayoritas penduduk Majalengka bermata pencaharian di bidang pertanian dan industri. Presentasi penduduk berumur 10 tahun ke atas yang bekerja dibidang pertanian adalah 33,81%. Namun dari jumlah mayoritas tersebut, sebagian besarnya adalah buruh tani. Sedangkan di bidang industri presentasi penduduk usia 10 tahun ke atas yang bekerja di bidang ini hanya sejumlah 22,02% (BPS Jawa Barat 2006).

Desa Coborelang, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, yang merupakan lokasi Pondok Pesantren Al Mizan. Jumlah total penduduk Ciborelang adalah 9.417 jiwa yang terdiri dari 4.701 laki-laki dan 4.716 perempuan. Mayoritas penduduk Ciborelang menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Namun, hanya sebagai buruh tani. Dari 1.426 jumlah petani, hanya 238 yang merupakan petani pemilik sawah, sedangkan sisanya sejumlah 1.188 adalah buruh tani. Dari angka ini dapat dilihat bahwa kualitas sumber daya manusia di Ciborelang masih rendah, dan perlu peningkatan. Matapencaharian yang terbanyak kedua adalah pedagang, yaitu sejumlah 1.057 orang.

Kuwu (kepala desa) Ciborelang, Bapak Komar Suhendar, mengatakan bahwa masyarakat Ciborelang adalah masyarakat yang majemuk dalam hal kepercayaan dan pemahaman terhadap agama. Penduduk Muslim di Ciborelang adalah penduduk mayoritas dengan jumlah 9.279 jiwa. Dari jumlah ini, pemahaman mereka terhadap ajaran agama amatlah beragam. Tak aneh, jika afiliasi warga terhadap satu Ormas Islam tertentu juga beragam, seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, PERSIS dan PUI. Jumlah non-muslim sendiri menjadi minoritas, yang terdiri dari 121 orang beragama Kristen, 15 orang beragama Katholik dan dua orang beragama Budha. Dengan keragaman tersebut, masyarakat Ciborelang dapat hidup damai tanpa konflik.

Kesejahteraan

Kabupaten Majalengka terletak di Provinsi Jawa Barat berbatasan dengan kota Sumedang, Cirebon dan Kuningan. Masyarakat Majalengka umumnya adalah masyarakat agraris. Akan tetapi, industri di Majalengka termasuk industri yang cukup dapat diperhitungkan. Kabupaten Majalengka terkenal sebagai kabupaten penghasil genteng, terutama di Kecamatan Jatiwangi. Dari sisi kesejahteraan, melihat data yang diperoleh oleh BPS (Badan Pusat Statistik), dari pengeluaran rata-rata per-kapita sebulan, kesejahteraan kabupaten Majalengka adalah yang ke-dua terendah setelah Tasikmalaya. Pengeluaran rata-rata perkapita sebulan kabupaten Majalengka adalah Rp. 172.196,00. Sedangkan kabupaten Tasikmalaya adalah Rp. 154.892,00. Di sisi lain, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang merupakan akumulasi dari Indeks Kesehatan, Pendidikan dan Ekonomi, Kabupaten Majalengka menunjukan bahwa angka IPM Kabupaten tersebut menempati urutan ke-empat terendah di Jawa Barat yaitu sebesar 66,9. Angka ini lebih besar dari Kabupaten Cianjur yang IPM-nya 66,8 (BPS Jawa Barat, 2006). Angka-angka tersebut didukung dengan realitas fisik yang tampak di Majalengka. Meski Majalengka adalah wilayah perlintasan selatan menuju Jawa Tengah, akan tetapi hal tersebut sepertinya tidak menjadikan kota Majalengka berkembang pesat secara fisik seperti daerah-daerah lain. Gedung-gedung tinggi tidak ditemukan di sini termasuk juga mall-mall. Namun demikian, kota kecil Majalengka merupakan kota yang bersih. Tidak heran bila kabupaten ini pernah mendapat penghargaan Adipura untuk kebersihannya.

Berbeda halnya dengan Desa Ciborelang Kecamatan Jatiwangi, di mana pesantren Al Mizan berlokasi, tingkat kesejahteraan masyarakatnya dapat dikatakan cukup baik. Dari jumlah 2594 kepala keluarga, hanya sejumlah 362 keluarga yang berada di tingkat keluarga sejahtera. Sisanya adalah keluarga sejahtera 1 dan sejahtera 2, terdiri dari 1093 keluarga sejahtera 1 dan keluarga sejahtera 2. Seperti diakui oleh Bapak Komar Suhendar, Kuwu Ciborelang, bahwa presentasi warga miskin di desanya adalah 30%. Keadaan ini didukung oleh lokasi Ciborelang yang merupakan wilayah perlintasan jalan menuju Cirebon dan dapat dikatakan wilayah semi perkotaan. Ini memudahkan segala akses Ciborelang, termasuk akses perekonomian, pendidikan dan lain-lain.

Pendidikan

Dalam hal pendidikan, Angka Partisipasi Sekolah (APS) Usia 13-15 dan 16-18 di Kabupaten Majalengka mencapai angka 81,10 dan 30,38 (BPS Jawa Barat, 2006). Sedangkan dari Pendidikan yang Ditamatkan, jumlah tamatan yang diperoleh hanya mencapai 13,30 untuk usia SLTP dan 7,67 untuk usia SLTA. Selisih APS usia 13-15 dan 16-18 dengan angka Pendidikan yang Ditamatkan adalah 45,3 (BPS Jawa Barat, 2006). Sebagai perbandingan angka ini merupakan angka terendah ke-tiga setelah Cianjur dan Garut. Rendahnya Angka Partisipasi Pendidikan ini diperkuat dengan rendah Angka Tamat Sekolah (ATS) Kabupaten Majalengka. Presentasi jumlah rata-rata ATS Kabupaten Majalengka adalah 28, 46% (BPS Jawa Barat, 2006). Presentasi ini adalah yang terendah ke-dua di Jawa Barat, setelah Kabupaten Cianjur. Meski demikian pada tahun 2006 kabupaten Majalengka mendapatkan penghargaan Anugerah Aksara Madya 2006. Penghargaan ini diberikan atas kinerja dan prestasi pemerintah dan masyarakat dalam memberantas buta aksara. Artinya dengan rendahnya Angka Prestasi Sekolah pemerintah setempat dan masyarakat tidak tinggal diam. Upaya-upaya dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.

Di desa Ciborelang sendiri menurut Kuwu Bapak Komar Suhendar jumlah anak yang putus sekolah dapat dihitung dengan jari. Hal ini karena anak-anak usia sekolah sampai SLTP sudah terserap oleh sekolah-sekolah gratis yang di danai oleh BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Jumlah penduduk yang buta huruf saja hanya 25 orang dari jumlah penduduk. Sedangkan jumlah penduduk yang tidak tamat SD hanya 355 orang. Kecendenrungan penduduk desa ini untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dapat dikatakan cukup baik. Di Ciborelang sebanyak 358 orang sudah menjadi sarjana. 169 orang diantaranya tamatan D3, 186 orang tamat S1 dan 3 orang tamat S2. Salah satu lembaga yang menyerap anak-anak usia sekolah ini adalah Pondok Pesantren Al Mizan.

Pondok Pesantren Al Mizan hingga kini sudah menyelenggarakan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK), Madrasah Diniyah (MD), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Untuk mendapatkan pendidikan di pesantren, siswa-siswa yang berada di pondok pesantren tidak dikenakan biaya. Sehingga pesantren dapat menyerap anak-anak di Ciborelang untuk mendapatkan pendidikan. Mayoritas siswa yang bersekolah di Al Mizan berasal dari desa sekitar pesantren yang mayoritasnya juga berasal dari keluarga tidak mampu. Bapak Arif, salah seorang staff pengajar di pesantren mengatakan bahwa 90% siswa berasal dari keluarga tidak mampu. Wahyu, seorang santri Al Mizan mengatakan bahwa ia nyaris tidak bisa sekolah tanpa Al Mizan. Wahyu adalah santri Al Mizan asal Banten yang saat ini duduk di kelas 1 SMA Al Mizan. Ia bersama-sama dengan 4 kawan lain dari Banten hampir mengalami hal yang sama. Lebih dari itu, pesantren bukan hanya menyelenggarakan hingga tingkat SLTP yang merupakan tingkat akhir dalam WAJARDIKDAS (Wajib Belajar Pendidikan Dasar) tetapi juga hingga tingkat SLTA yang kesemuanya tidak dikenakan biaya. Untuk tingkat MD sampai dengan MTs, pesantren mendapatkan dana BOS untuk operasional pendidikan, dan sudah merupakan kebijakan pemerintah pusat bahwa untuk WAJARDIKDAS maka pendidikan dari SD hingga SLTP tidak dikenakan biaya, sedangkan untuk tingkat SLTA, pemerintah masih menetapkan biaya. Untuk itulah pesantren berinisiatif untuk menggratiskan SMU yang mereka kelola, agar anak-anak yang tidak mampu bisa mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.

Lebih dari itu, pesantren memberikan pendidikan lifeskill kepada para santrinya, berupa pertanian, perkebunan, peternakan, industri pengolahan jus jambu merah dan industri pembuatan pupuk. Pendidikan tersebut, ungkap Kang Maman, selain merupakan pendidikan life skill, sesungguhnya merupakan pendidikan lingkungan hidup/alam bagi parasantri. Untuk menanamkan rasa cinta dan penghargaan pada alam. Sehingga santri memahami bagaimana alam dapat dimanfaatkan untuk kehidupan dengan bijak dengan berpegang pada prinsip Hablun minallah, hablun minannas, hablun mina alam. Selain keterampilan tersebut, santri juga dididik untuk memiliki keterampilan bahasa, seperti bahasa Mandarin yang gurunya adalah seorang Tionghoa beragama Budha.

Selain Pesantren Al Mizan yang menjadi fokus, pesantren juga mengasuh anak-anak jalanan dan putus sekolah dan menampung mereka untuk belajar seni dan budaya di Pesantren Qi Buyut , yang berada di bawah Yayasan Al Mizan. Pesantren Qi Buyut hingga saat ini mengasuh sekitar 80 anak. Bersama Kang Darto, pengasuh Qi Buyut, anak-anak tersebut selain mempelajari Al-Qur’an, juga mempelajari Gamelan dan Seni Budaya yang mengkolaborasikan budaya lokal (gamelan) dengan seni Islami (sholawat). Hingga saat ini kelompok gamelan Qi Buyut sudah seringkali mendapat panggilan untuk pementasan. Parasantri Qi Buyut yang mayoritas adalah anak-anak putus sekolah tidak lagi sekolah mengenyam pendidikan sekolah formal. Namun tampaknya mereka lebih tertarik dengan pendidikan keahlian daripada pendidikan formal.

Menurut Kuwu Bapak Komar Suhendar, di Ciborelang pemerintah desa bersama dengan Diknas sudah pernah mencoba mendirikan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) untuk melaksanakan program Keaksaraan Fungsional (KF) dan Program pendidikan kesetaraan Paket B, namun tidak berhasil. Hanya sedikit masyarakat yang berminat, hingga akhirnya program ini tidak dilanjutkan. Menurutnya, masyarakat yang seharusnya mengikuti program ini telah salah menilai. Masyarakat berpandangan bahwa tanpa sekolah dan tanpa bisa baca pun mereka sudah bisa mendapatkan penghasilan. Namun, program belajar jarak jauh dengan internet, memungknkan animo masyarakat terhadap pendidikan kesetaraan akan berubah, tandas beliau.

Pendidikan yang Dibutuhkan

Dari pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa pendidikan yang dibutuhkan adalah pendidikan formal dan life skill. Selain untuk materi pendidikan yang bersifat formal dan keahlian, santri-santri di Pondok Pesantren Al Mizan juga membutuhkan fasilitas pendukung untuk mengembangkan potensi mereka di banyak hal. Yanti, santriwati Al Mizan, bercerita bahwa salah satu rekannya yang juga santriwati Al Mizan mendapatkan penghargaan dalam lomba menulis tingkat nasional. Dengan bangga Yanti menceritakan bagaimana kawannya bisa menang meski bukan juara kesatu, akan tetapi ini adalah suatu penghargaan (achievement) yang cukup besar, mengingat baru pertama kalinya santri Al Mizan mengikuti lomba semacam ini.

Lain halnya dengan Yanti sendiri, ia berkawan dengan seseorang di Amerika yang dulunya pernah menjadi tamu di pesantren Al Mizan, hingga saat ini mereka masih berkomunikasi lewat surat dan dengan bahasa Indonesia. Dari itu, Yanti ingin sekali dapat berkomunikasi secara cepat lewat internet dan dapat berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Untuk anak-anak di Majalengka, komunikasi semacam ini mungkin masih belum popular. Tidak seperti di Jakarta atau kota-kota lain dimana anak-anak muda sedang menggandrungi chatting lewat internet. Padahal komunikasi semacam ini bisa menjadi sesuatu yang positif selain untuk memperluas wawasan, menambah rasa percaya diri dan mendapat lebih banyak teman.

Di Al Mizan, setiap tamu yang datang akan diperkenalkan kepada santri, dan menyediakan kesempatan bagi santri dan tamu untuk berinteraksi dan berkomunikasi. Sehingga santri menjadi lebih percaya diri dan berkesempatan untuk mendapatkan banyak pengetahuan baru dari tamu yang datang ke Al Mizan. Sama halnya ketika peneliti datang ke Al Mizan, peneliti disambut dengan sebuah acara pementasan musik sederhana, dan mendengar kisah-kisah santri yang tentu saja sangat menarik. Dari situ terkesan bahwa santri Al Mizan sangat terbuka dan percaya diri untuk dapat mengungkapkan pikiran mereka, meski di hadapan orang asing. Hal ini memang sudah dibiasakan oleh Kang Maman setiap pesantren kedatangan tamu.

Dengan adanya internet di pesantren Al Mizan, teknologi ini bukan hanya dapat dimanfaatkan oleh santri Pesantren Al Mizan tetapi juga tenaga pengajar Al Mizan dari segala tingkatan, dari TK hingga SMU. Internet akan menjadi sumber bagi materi pengajaran dan juga sistem pengajaran. Sehingga metode pengajaran yang digunakan dapat terus dikembangkan dan selanjutnya mengarah pada peningkatan kualitas pendidikan.

Meteri pembelajaran jarak jauh pendidikan yang dibutuhkan adalah:

1. Materi pendidikan komputer dan teknologi informasi.

2. Materi pendidikan tentang teknologi pertanian, peternakan dan industri.

3. Materi pendidikan teknik, seperti perbengkelan.

4. Materi pendidikan tentang system pengajaran bagi para tenaga pendidik di pesantren Al Mizan.

5. Materi pendidikan untuk mendukung program kesetaraan Paket B dan C.

6. Materi-materi pendukung bidang studi pendidikan formal, seperti ilmu alam, matematika, bahasa, dan lain-lain.

7. Materi keahlian yang mendukung potensi santri,seperti keahlian menulis, dll.

Pengunjung ke

Kontak

Alamat: